https://buero-paris.com/ https://sunmpo.com/ PETIRTHAAN KUNO DI BANJAR BUNYUH, DESA PEREAN | Sumerata | Forum Arkeologi

PETIRTHAAN KUNO DI BANJAR BUNYUH, DESA PEREAN

I Wayan Sumerata

Abstract


Water is an important element in life, both for daily activities as well as for religious interests. Therefore an ancient building called Petirthaan has a very important role for the life of community. Petirthaan is real evidence that people had protected nature and the environment by establishing Petirthaan to perform worship of water and preserving the environment. The purpose of this study was to determine the function and the efforts to conserve Petirtaan Bunyuh, by using descriptive qualitative method. The results of the analysis prove that Petirthaan Bunyuh serves as a place to cleanse objects considered sacred by the communities who support them, as a source of water for agriculture, and for daily purposes. Petirtaan Bunyuh preservation efforts carried out by the people themselves who consider Petirthaan as sacred building which has magical significance, so that they take a part in preserving it.

Air merupakan unsur penting dalam kehidupan, baik untuk kegiatan sehari-hari maupun untuk kepentingan religius. Oleh karena itu sebuah bangunan kuno yang disebut dengan Petirthaan mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Bangunan Petirthaan merupakan bukti nyata bahwa masyarakat dahulu telah melakukan proteksi terhadap alam dan lingkungannya dengan cara mendirikan Petirthaan untuk melakukan pemujaan terhadap air dan menjaga kelestarian lingkungannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui fungsi dan upaya pelestraian petirtaan Bunyuh, dengan menggunakan metode deskriftif kualitatif. Hasil analisis membuktikan bahwa Petirthaan Bunyuh berfungsi sebagai tempat permandian suci untuk menyucikan benda-benda yang dianggap keramat oleh masyarakat penyungsungnya, sebagai sumber air untuk kegiatan pertanian, dan untuk keperluan sehari-hari. Upaya pelestarian petirtaan Bunyuh dilakukan oleh masyarakat sendiri yang menganggap Petirthaan sebagai bangunan suci yang mempunyai makna magis, sehingga mereka ikut melestarikannya.


Keywords


Petirthaan, Candi, Pelestarian.

Full Text:

PDF

References


Acharya, Prasanna Kumar. 1933. Architecture of Manasara. Oxford University Press, London.

Ekawana, I Gusti Putu. 1986. Data Bangunan dalam Beberapa Prasasti Bali. Pertemuan Ilmiah Arkeologi IV. Jakarta.

Kramrisch, Stella. 1946. The Hindu Temple. University of Calcuta, Calcuta.

Kartoatmadjo, Sukarto M.M. 1983. Arti Air Penghidupan dalam Masyarakat Jawa. Proyek Javanologi.

Hooykas, C. 1964. Agama Tirtha, Amsterdam, N.V. Noor Hollandsche Uitgevers Mattschappij.

Rizal, Andi. 2007. Pelestarian Bangunan Cagar Budaya Studi Gedung Perusahaan Listrik Negara (PLN). Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta: Universitas Indonesia.

Suka, Ginting. 2012. Teori Etika Lingkungan. Denpasar. Udayana University Press.

Suantika, I Wayan, dkk. 1992. Survei Bangunan- Bangunan Petirthaan di Sungai Pakerisan. Denpasar: Laporan Penelitian Arkeologi.

Sumerata, I Wayan. 2012. Penelitian Arkeologi Situs Bunyuh. Laporan Penelitian Arkeologi. Balai Arkeologi Denpasar.

Suryono. 1992. Tinjauan Arkeologi Candi Bunyuh di Desa Perean Kabupaten DATI II Tabanan . Skripsi Tidak diterbitkan Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana.

Tim Penyusun. 2013. Sejarah Bali. Denpasar: Udayana University Press.




DOI: http://dx.doi.org/10.24832/fa.v26i3.46

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.